:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4576168/original/048568900_1694732112-20230915022441__fpdl.in__medium-shot-woman-posing-with-flowers_23-2150725596_normal.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Berdandan merupakan fitrahnya perempuan. Sebagian besar para wanita, baik yang masih muda bahkan paruh baya, memiliki kebiasaan mempercantik diri. Entah sekadar hobi atau memang butuh validasi, nyatanya sebagian besar wanita suka menghias diri.
Wanita yang sering berdandan akrab sekali dengan cermin yang terpampang di dinding kamarnya. Mereka rela menatap dirinya sendiri dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya keluar dari rumahnya.
Tak hanya menghiasi wajahnya, untuk mempercantik diri mereka melakukan perawatan. Banyak jenis perawatan khusus wanita, misalnya untuk menjaga agar wajah selalu glowing dan sebagainya.
Pertanyaannya, bagaimana pandangan Islam mengenai wanita yang berdandan, adakah batasan bagi wanita berdandan? Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya dalam kajiannya menerangkan batasan wanita berdandan. Simak selengkapnya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Jenazah Korban Ketiga Pantai Jetis Cilacap Ditemukan Mengapung di Tengah Laut
Penjelasan Buya Yahya
… Selengkapnya
Buya Yahya menjelaskan bahwa wanita diperbolehkan berdandan jika tujuannya untuk tiga kategori. Pertama adalah berdandan untuk dirinya sendiri.
“Wanita berdandan untuk dirinya sendiri, biarpun gak kemana-mana, biarkan saja nggak perlu ditegur, karena dia menikmati. Dia berdandan untuk dirinya sendiri, padahal wajahnya itu-itu aja, tetap bolak-balik poles sana poles sini,” jelas Buya Yahya dikutip dari YouTube Buya Yahya, Sabtu (17/5/2025).
Kedua, ia berdandan untuk diperlihatkan kepada wanita lainnya. Tak sedikit wanita yang mempercantik dirinya hanya untuk berkumpul dengan sahabat wanita lainnya. Hal itu diperbolehkan menurut Buya Yahya.
“Yang ketiga untuk suaminya. Gak ada yang keempat, untuk orang lain mahram, haram,” tegas Buya Yahya.
Hadisnya
… Selengkapnya
Berikut riwayat hadis tentang berdandan bagi wanita
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي غَزَاةٍ , فَلَمَّا قَدِمْنَا اَلْمَدِينَةَ , ذَهَبْنَا لِنَدْخُلَ فَقَالَ : أَمْهِلُوا حَتَّى تَدْخُلُوا لَيْلًا – يَعْنِي : عِشَاءً – لِكَيْ تَمْتَشِطَ اَلشَّعِثَةُ , وَتَسْتَحِدَّ اَلْمَغِيبَةُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: “Jabir berkata: Kami pernah bersama Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam suatu peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera untuk masuk (ke rumah guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda: “Bersabarlah sampai engkau memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya- agar wanita-wanita yang kusut dapat bersisir dan wanita-wanita yang ditinggal lama dapat berhias diri.” (Muttafaq Alaih)
“Makanya Seorang suami kalau membelikan baju buat istrinya tuh belum tentu selera. Biarkan dia (istri) beli sendiri, kasih duit tapi,” ujar Buya Yahya.
Dikatakan oleh para ulama bahwa membelikan pakaian untuk istri merupakan salah satu diantara nafkah kewajiban suami. Kemudian, jika sang suami menginginkan istrinya cantik ketika di hadapannya maka suami wajib membelikan alat kecantikan untuk istrinya.
Wallahu a’lam.